Fimela.com, Jakarta MSG (Monosodium Glutamat) sering kali menjadi pembicaraan yang dipenuhi berbagai persepsi dan pemahaman yang belum tentu tepat. Banyak pandangan yang berkembang di masyarakat mulai dari kekhawatiran yang berlebihan hingga keputusan untuk menghindari sepenuhnya.
Padahal, fakta ilmiahnya menunjukkan hal yang berbeda. Menurut Dr. Sonia Wibisono, MSG merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan sebagai penguat rasa untuk memberikan rasa gurih (umami) pada makanan. Senyawa ini terbentuk dari asam glutamat dan natrium, yang secara alami terdapat pada berbagai makanan seperti tomat, keju, dan daging.
Untuk itu, menurutnya MSG masih aman digunakan untuk penyedap rasa. dr. Sonia menyampaikan bukan tentang penggunaan MSG, namun harus lihat juga bagaimana proses pengelola makanannya.
“Kita harus lihat bukan dari MSG nya tapi bagaimana juga pengelolaan makanannya harus diperhatikan, mulai dari higenis dan fres makannya. Sebab kalau MSG sudah sesaui standart biasanya,” ujar dr. Sonia dalam acara kampanye MSG #YangBenar di Jakarta.
MSG seperti milik Sasa dibuat dari tetesan tebu melalui proses fermentasi alami, mirip dengan pembuatan tempe, kecap, atau yogurt. Dari proses ini dihasilkan kristal murni 99% yang aman dan higienis.
Fermentasi menghasilkan glutamat, yaitu unsur alami dalam makanan yang memiliki banyak fungsi penting: membantu pembentukan sel imun, mendukung fungsi otak, merangsang produksi air liur, serta mengatur nafsu makan dan rasa kenyang.
Dengan kata lain, MSG tidak hanya menghadirkan rasa gurih, tetapi juga berperan lebih luas bagi tubuh. Glutamat dalam MSG sama persis dengan glutamat alami yang terkandung dalam tomat, jamur, keju, bahkan ASI, zat yang sudah dikenali tubuh manusia sejak lahir.
Oleh karena itu, MSG aman digunakan selama sesuai takaran. Selain bersifat alami, MSG (Monosodium Glutamat) juga unggul dibanding garam dapur. Kandungan natriumnya hanya sepertiga dari garam, sehingga menjadi solusi cerdas untuk mengurangi asupan garam tanpa mengorbankan kelezatan masakan.
Glutamat dan Kesehatan
Penelitian menunjukkan, mengganti sebagian garam dengan MSG dapat menurunkan konsumsi garam hingga 30–40%. Langkah sederhana ini berpotensi membantu menjaga kesehatan jantung, ginjal, dan tekanan darah sejak dini.
Dr. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes, Nutrisionis menjelaskan Faktanya, glutamat dalam MSG sama dengan yang ada di sayuran, buah, dan daging.
“Jadi tidak ada alasan khawatir, asalkan secukupnya. Bagi yang ingin lebih sehat lagi, penggunaan MSG juga bisa mengurangi porsi garam untuk memberikan rasa lezat pada makanan kita,” jelas Dr. Rita Ramayulis
dr. Rita menyampaikan Glutamat terikat pada protein. Glutamat bebas alami pada makanan fermentasi: keju, tomat, jamur, Susu. Melihat dari kandungannya, maka bagus untuk metabolisme di area Splanknik yaitu lambung, usus, hati, pancreas dan limpa. Merupakan bahas bakarterpenting di usus. Jumlah glutamate yang muncul dalam darah sistemi setelah makan sangat rendah.
“Saat ini MSG memiliki acuan nilai acceptable daily intake (ADI) / jumlah maksimum zat kimia untuk asupan harian sebagai "not specified" atau "tidak dinyatakan" atau Aman. Namun MSG memiliki ambang rasa yang membuat seseorang tidak akan bisa mengonsumsinya secara berlebihan. Pada MSG terdapat juga natrium dengan intensitas rasa asin yang lebih tinggi, sehingga dapat mengurangi asupan NACL dari garam dapur hingga 32 persen,” katanya.
Di Indonesia, BPOM RI telah menetapkan MSG sebagai Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang diizinkan, sesuai dengan Peraturan Kepala BPOM No. 11 Tahun 2019, selama digunakan dalam batas yang dianjurkan.
Lebih jauh lagi, keamanan MSG juga didukung dengan SK Menteri Kesehatan RI No: 235/Menkes/PER/DL/79, SK Menteri Agama RI No: B VI/02/2444/1976, serta Sertifikat Halal MUI No: 07870398 Tahun 2010.
Sementara itu, secara internasional, MSG juga telah diakui keamanannya oleh badan PBB, yaitu melalui WHO/FAO Expert Committee on Food Additives (JECFA), serta pemberian status GRAS (Generally Recognized As Safe) pada tahun 1958 oleh USFDA (Badan Pengawasan Makanan dan Obat Amerika Serikat).
MSG untuk MPASI dan Ibu Hamil
Nutrisionis Dr. Rita juga mengungkapkan jika ASI mengandung glutamat yang baik untuk sistem pencernaan anak hingga bisa menghalau bakteri jahat. Untuk itu, tidak ada masalah jika MPASI anak ditambahkan MSG sebagai pengganti garam.
Namun sesuai dengan usia dan kebutuhan. Misalnya usia 6 bulan-1 tahun hanya 200 mg, dan 1-2 tahun bisa 400 mg. “Jadi memang harus dilihat sesuai usia anak. Misalnya, MPASI ada dua kelompok 6 bulan-1 tahun hanya butuh 400 mg natrium dari makanan saja sudah 200 mg, hanya butuh 200 mg lagi, jadi tidak perlu banyak. Lain halnya usia 1-2 tahun sudah butuh natrium di atas 400 mg jadi bisa diberikan sesuai dengan masakan rumahan biasanya,” kata dr. Rita
MSG juga bisa diberikan kepada ibu hamil untuk penambah nafsu makan, dibandingkan harus perbanyak garam. “MSG justru bisa meningkatkan nafsu makan ibu hamil yang bergizi dibanding konsumsi cilok. Jadi mending makan sehat kaya ayam dan sayur kalau pakai MSG jadi ada rasanya. Dibanding harus perbanyak garam,” ujarnya.
Takaran Tepat Penggunaan MSG
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menetapkan asupan harian MSG yang aman adalah 0-120 mg/kg berat badan. Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) menetapkan batas 30 mg/kg berat badan per hari. Batasan yang aman untuk MSG per hari (acceptable daily intake) nya (1,8 9). K9BB/hari, Jadi misal BB 60 kg per hari ga lebih dari 1800mg (1,8 gram).
MSG pada takaran tepat dapat menjadi kunci kelezatan sekaligus mendukung pola makan sehat. Takaran idealnya adalah satu sendok atau tiga sampai empat gram untuk empat porsi masakan keluarga.
Anak di atas usia dua tahun pun dapat mengkonsumsinya, selama tetap seimbang dengan gizi lainnya.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.