Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, pernahkah kamu merasakan nyeri di perut, perut kembung berkepanjangan, atau gangguan buang air yang tak kunjung reda? Banyak orang dewasa sering menganggap sepele keluhan pencernaan, padahal bisa jadi itu adalah tanda dari penyakit yang lebih serius seperti peradangan usus, batu empedu, hingga kanker saluran cerna. Di era modern ini, teknologi diagnostik hadir bukan hanya untuk mengungkap penyebab, tapi juga mempercepat proses penanganan sebelum masalah semakin parah.
Berbagai metode canggih telah digunakan untuk melihat kondisi saluran pencernaan secara lebih mendalam. Mulai dari MRI abdomen yang memanfaatkan medan magnet untuk menghasilkan gambar resolusi tinggi, hingga endoskopi kapsul berupa kamera mungil yang bisa ditelan untuk memperlihatkan seluruh saluran cerna. Semua alat ini dirancang untuk membantu dokter memahami apa yang sebenarnya terjadi di dalam tubuh tanpa harus melakukan tindakan invasif yang menyakitkan.
Teknologi-teknologi ini terus berkembang, memberikan harapan baru bagi banyak pasien. Dengan kombinasi akurasi tinggi dan pendekatan yang semakin ramah bagi pasien, proses deteksi kini bisa dilakukan lebih cepat dan nyaman. Simak berbagai teknologi diagnostik yang dijelaskan oleh dr. Imelda Maria Loho, Sp.P.D, Subsd. G.E.H. (K), Finasim dari Rumah Sakit Pondok Indah - Puri Indah.
USG Abdomen
USG Abdomen merupakan salah satu pemeriksaan awal yang paling umum dilakukan. Tanpa radiasi dan bersifat non-invasif, USG mampu melihat organ hati, kantong empedu, pankreas, ginjal, dan limpa. Sayangnya, keterbatasan USG ada pada kualitas gambar jika pasien memiliki gas berlebih dalam perut atau lemak tubuh yang tinggi. Keuntungan melakukan USG Abdomen karena tergolong cepat, aman, lebih murah dibandingkan teknologi lainnya, dan bisa dilakukan di banyak rumah sakit.
CT Scan Abdomen
CT Scan Abdomen bekerja dengan sinar X dosis rendah yang diproses menjadi gambar 3D. Teknologi ini sangat baik untuk melihat detail struktur organ dan mendeteksi kelainan seperti tumor, peradangan, atau perdarahan. Pemeriksaan ini biasanya memerlukan kontras dan puasa selama 6-8 jam sebelum dilakukan. Keuntungan melakukan CT Scan Abdomen yaitu gambaran anatomi jelas terlihat dan cepat. Namun juga terdapat keterbatasan yang mengandung radiasi dan risiko alergi serta nefropati kontras.
MRI Abdomen
Pemeriksaan MRI abdomen jadi pilihan utama untuk mendeteksi masalah hati, empedu, pankreas, hingga peradangan usus (IBD). Keunggulannya? Tanpa paparan radiasi dan mampu memberikan gambaran jaringan lunak dengan detail tinggi. Cocok untuk mendeteksi batu empedu, kista, hingga kanker saluran empedu. Meski begitu, prosesnya cukup lama dan memerlukan puasa 6–8 jam. Biaya yang relatif mahal dan belum tersedia di semua rumah sakit jadi catatan penting sebelum menjalaninya.
Endoskopi Konvensional
Dengan bantuan kamera kecil di ujung selang elastis, endoskopi konvensional bisa melihat langsung bagian dalam saluran cerna. Jenisnya pun beragam—gastroskopi untuk lambung, enteroskopi untuk usus halus, dan kolonoskopi untuk usus besar. Pemeriksaan ini memungkinkan dokter mengambil sampel jaringan (biopsi), mengangkat polip, atau menghentikan perdarahan. Tapi karena sifatnya invasif dan memerlukan sedasi, risikonya seperti perdarahan atau perforasi tetap harus diwaspadai.
Endoscopic Ultrasound
Untuk lesi atau tumor yang lebih tersembunyi, endoscopic ultrasound (EUS) jadi pilihan tepat. Teknik ini menggabungkan keunggulan endoskopi dengan ultrasound untuk melihat lebih dalam area pankreas, dinding saluran cerna, hingga batu empedu. Tak hanya visualisasi, Endoscopic Ultrasound juga memungkinkan biopsi dengan jarum halus. Sayangnya, metode ini tidak tersedia di semua fasilitas dan tetap membawa risiko sedasi serta perdarahan.
Endoskopi Kapsul
Bagi kamu yang mencari solusi non-invasif, endoskopi kapsul memberikan pendekatan berbeda. Dengan menelan “kamera” kecil berbentuk pil, seluruh saluran pencernaan bisa terekam dalam perjalanan kapsul tersebut. Ideal untuk mendeteksi IBD, tumor, hingga perdarahan kronis. Prosedur ini memang minim risiko, tapi juga memiliki keterbatasan yaitu tidak bisa dilakukan intervensi langsung dan ada kemungkinan kapsul tertahan di saluran cerna.
Penulis: Siti Nur Arisha
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.