ringkasan
- Terapi pemeliharaan, terutama PARP inhibitor dan Bevacizumab, telah terbukti efektif secara signifikan dalam memperpanjang masa bebas penyakit pada pasien kanker ovarium lanjut setelah kemoterapi awal.
- Olaparib, sebuah PARP inhibitor, mampu memperpanjang median PFS hingga 56 bulan dan menurunkan risiko progresi sebesar 70% pada pasien dengan mutasi gen BRCA, seperti ditunjukkan dalam studi SOLO-1.
- Imunoterapi, Antibody-Drug Conjugates (ADCs), dan sentralisasi pengobatan juga menawarkan harapan baru untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan kualitas hidup pasien kanker ovarium.
Fimela.com, Jakarta Kanker ovarium masih menjadi tantangan besar bagi perempuan diIndonesia. Gejala awal yang tidak spesifik membuat sebagian besar pasien baru terdiagnosis padastadium lanjut. Bahkan setelah menjalani operasi dan kemoterapi, tingkat kekambuhan tetap tinggidalam tiga tahun pertama.
Kondisi ini menunjukkan pentingnya rangkaian penanganan dan terapi yang terintegrasi sejak awal hingga lanjutan. Keberhasilan pengobatan kanker ovarium sendiri bergantung pada beberapa langkah yang saling melengkapi. Salah satu faktor terpenting adalah pembedahan dengan prinsip zero residu atau tidak ada sisa tumor yang tampak, yang terbukti meningkatkan median kelangsungan hidup pasien.
Setelah itu, pasien perlu menjalani kemoterapi sesuai interval yang ditentukan untuk menjaga efektivitasnya. Adapun usai pasien dinyatakan telah masuk dalam fase remisi pasca pengobatan awal, kanker ovarium stadium lanjut yang dikenal memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi tersebut, sering kali menuntut pasien untuk kembali menjalani kemoterapi berulang, dengan peluang remisi yang lebih singkat dan risiko kematian yang lebih tinggi.
dr. Muhammad Yusuf, Sp.OG (K) Onk, Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Onkologi pada acara edukasi “Mengenal Kanker Ovarium dan Terapi Inovatifnya” menjelaskan pentingnya komitmen pasien dalam menjalani proses penanganan kanker ovarium.
“Mayoritas pasienkanker ovarium baru terdiagnosis pada stadium 3 atau 4 akibat gejala awal yang tidak spesifik dan belum adanya metode skrining yang efektif4. Risiko kekambuhan setelah kemoterapi awal pun sangat tinggi. Oleh karena itu, peningkatan kesadaran pasien terhadap proses pengobatan lanjutan sangatlah penting agar penanganan dapat dilakukan secara tepat," kata dr. Muhammad Yusuf.
Pemeriksaan HRD (Homologous Recombination Deficiency) dan BRCA (Breast Cancer gene 1 dan 2)
Panduan internasional seperti ESMO dan NCCN merekomendasikan pemeriksaan HRD (Homologous Recombination Deficiency) dan BRCA (Breast Cancer gene 1 dan 2) dilakukan sedini mungkin pada pasien kanker ovarium setelah operasi untuk memastikan terapi lanjutan yang tepat .
Selain itu,maintenance therapy kini telah menjadi bagian integral dari pengobatan kanker ovarium stadium lanjut dan sudah direkomendasikan sebagai standar perawatan oleh pedoman internasional tersebut. Sekitar 50% pasien kanker ovarium stadium lanjut sendiri memiliki status HRD-positif, termasuk yang tidak memiliki mutasi BRCA.
HRD adalah kondisi dimana tubuh tidak dapat memperbaiki kerusakan pada DNA6, dan menjadi penanda biologis (biomarker) penting untuk menentukan apakah kelayakan pasien menjalani maintenance therapy berbasis PARP (Poly ADP-Ribose Polymerase) inhibitor seperti Olaparib. Adapun, terdapat data klinis yang mendukung pentingnya terapi lanjutan ini.
Studi PAOLA-1 menunjukkan pasien HRD-positif yang menjalani maintenance therapy dengan Olaparib dan Bevacizumab memiliki masa bebas penyakit hingga 37 bulan, hampir dua kali lebih lama dibanding terapi dengan Bevacizumab saja. Sementara itu, studi SOLO-1 membuktikan bahwa pasien denganmutasi BRCA yang menggunakan Olaparib memiliki risiko progresi 70% lebih rendah, dan hampir setengahnya tetap dalam remisi setelah lima tahun.
Dengan pemahaman lebih baik mengenai peranpemeriksaan HRD serta pemanfaatan maintenance therapy, akan lebih banyak pasien kanker ovariumdapat memperpanjang masa bebas penyakit dan meraih kualitas hidup yang lebih baik.
“Akses terhadap pemeriksaan HRD dan maintenance therapy bagi pasien kanker ovarium di Indonesia sangat penting. Data klinis global telah membuktikan manfaat signifikan terapi ini dalam memperpanjang masa bebas penyakit. Kami berharap lebih banyak pasien di Indonesia dapat memperoleh manfaat dari maintenance therapy, sehingga kualitas hidup mereka semakin baik,” katadr. Feddy, Medical Director AstraZeneca Indonesia
Faktor Penting dan Tantangan dalam Memperpanjang Masa Bebas Penyakit Kanker Ovarium Lanjut
Beberapa faktor lain juga turut memengaruhi keberhasilan dalam Memperpanjang Masa Bebas Penyakit Kanker Ovarium Lanjut. Sentralisasi pengobatan primer, yaitu penanganan di pusat-pusat khusus, terbukti meningkatkan sitoreduksi lengkap dan kelangsungan hidup pasien.
Pemeriksaan defisiensi rekombinasi homolog (HRD) menjadi penanda biologis krusial untuk menentukan kelayakan pasien menjalani terapi pemeliharaan berbasis PARP inhibitor. Menurut dr. Feddy, Medical Director AstraZeneca Indonesia, data klinis global membuktikan manfaat signifikan terapi ini. Studi PAOLA-1 menunjukkan pasien HRD-positif yang menerima Olaparib dan Bevacizumab memiliki masa bebas penyakit hingga 37 bulan, hampir dua kali lebih lama dibandingkan Bevacizumab saja.
Meskipun ada kemajuan pesat, tantangan masih besar. Kurang dari separuh pasien kanker ovarium lanjut dapat bertahan lebih dari 5 tahun, dan tingkat kekambuhan tetap tinggi. Hal ini diperparah karena kanker ovarium sering didiagnosis pada stadium lanjut akibat gejala awal yang minimal dan metode skrining yang belum optimal.
Penelitian terus berlanjut untuk menemukan kombinasi terapi baru dan mengatasi resistensi terhadap pengobatan. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang peran pemeriksaan HRD dan pemanfaatan terapi pemeliharaan, diharapkan lebih banyak pasien di Indonesia dapat Memperpanjang Masa Bebas Penyakit Kanker Ovarium Lanjut dan meraih kualitas hidup yang lebih baik.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.