Fimela.com, Jakarta Glaukoma merupakan salah satu penyakit mata yang terjadi akibat peningkatan tekanan pada bola mata yang merusak saraf optik. Penyakit ini sering kali berkembang secara perlahan tanpa gejala awal yang jelas, sehingga penyakit ini disebut juga dengan istilah "pencuri penglihatan diam-diam".
Penyakit ini merusak saraf optik, yang bertanggung jawab mengirimkan sinyal visual dari mata ke otak. Jika tekanan pada bola mata terus meningkat tanpa penanganan, maka saraf optik akan mengalami kerusakan permanen, dan hasil akhirnya dapat berakibat kebutaan.
Salah satu faktor yang membuat glaukoma sulit dideteksi adalah proses kerusakannya yang terjadi secara bertahap. Pada glaukoma sudut terbuka, jenis glaukoma yang paling umum, penderita biasanya tidak merasakan gejala yang berarti, seperti rasa sakit atau penglihatan kabur di awal. Kerusakan sering kali dimulai dari bagian penglihatan tepi (peripheral vision), yang tidak disadari penderita hingga penglihatan sudah sangat terganggu. Begitu kerusakan saraf optik terjadi, maka kondisinya sudah tidak dapat diperbaiki lagi, dan hanya dapat diperlambat.
Selain itu, glaukoma juga dapat menyebabkan episode akut, seperti pada glaukoma sudut tertutup, yakni ketika peningkatan tekanan mata terjadi secara mendadak. Hal ini dapat menimbulkan gejala yang lebih jelas seperti sakit mata yang parah, penglihatan kabur, mual, dan muntah.
Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah melakukan deteksi dini. Semakin cepat terdeteksi, kerusakan pada tahap awal dapat dikendalikan sehingga glaukoma tidak berkembang lebih parah.
Siapa Saja yang Berisiko Terdampak Glaukoma?
Glaukoma memang dapat menyerang siapa saja, tetapi ada beberapa kelompok yang memiliki risiko lebih tinggi. Di antaranya yaitu:
1. Usia di atas 40 tahun
Usia adalah salah satu faktor utama. Seseorang yang berusia di atas 40 tahun memiliki risiko lebih besar terkena glaukoma, terutama jenis glaukoma sudut terbuka. Hal ini dikarenakan seiring bertambahnya usia, sistem drainase alami cairan bola mata dapat terganggu dan menyebabkan peningkatan tekanan di dalam mata yang berpotensi merusak saraf optik.
2. Riwayat keluarga dengan glaukoma
Jika salah satu anggota keluarga, seperti orang tua atau saudara kandung, ada yang menderita glaukoma, kemungkinan besar anggota keluarga lainnya juga akan mengalami kondisi ini. Faktor genetik berperan dalam penurunan risiko penyakit ini, sehingga sangat penting untuk rutin memeriksakan kesehatan mata jika ada anggota keluarga yang mengidap glaukoma.
3. Menderita diabetes atau tekanan darah tinggi
Kedua kondisi ini dapat mempengaruhi sirkulasi darah ke mata dan mempercepat kerusakan pada saraf optik yang dapat menyebabkan risiko terjadinya glaukoma.
4. Mata minus atau plus tinggi
Mata minus (miopia) atau plus tinggi (hipermetropia) juga berkontribusi pada peningkatan risiko, karena perubahan pada bentuk mata dapat mempengaruhi tekanan di dalam bola mata.
5. Penggunaan steroid jangka panjang
Penggunaan steroid jangka panjang dapat meningkatkan risiko glaukoma karena efeknya pada tekanan intraokular (tekanan dalam bola mata). Steroid dapat mengganggu sistem drainase mata, menyebabkan cairan mata menumpuk dan tekanan meningkat, yang berisiko merusak saraf optik secara permanen. Kondisi ini terutama berbahaya bagi individu yang sensitif terhadap steroid, dikenal sebagai "steroid responders". Oleh karena itu, penggunaan steroid harus diawasi secara ketat oleh dokter, dengan pemantauan rutin tekanan mata untuk mencegah komplikasi serius.
Tanda-Tanda Awal Glaukoma yang Harus Diwaspadai
Beberapa gejala awal glaukoma yang mungkin muncul antara lain:
1. Kehilangan penglihatan sisi (peripheral vision) secara bertahap
2. Pandangan seperti ada lingkaran cahaya di sekitar lampu
3. Penglihatan kabur, terutama di malam hari
4. Rasa tidak nyaman atau tekanan di dalam mata
Dalam banyak kasus, glaukoma tidak menunjukkan gejala sama sekali. Inilah sebabnya mengapa deteksi dini sangat penting. Melalui pemeriksaan mata rutin, dokter dapat memeriksa tekanan mata dan kondisi saraf optik untuk mendeteksi glaukoma sedini mungkin.
Cara Mendeteksi Glaukoma
Deteksi dini glaukoma sangat penting untuk mencegah kerusakan permanen pada saraf optik dan kebutaan. Ada beberapa tes yang dapat dilakukan untuk mendeteksi glaukoma dan biasanya dilakukan oleh dokter mata selama pemeriksaan rutin.
1. Tes Tonometri
Salah satu tes yang paling umum adalah tonometri, yang mengukur tekanan di dalam bola mata. Tes ini penting karena glaukoma disebabkan oleh peningkatan tekanan mata yang berlebihan. Hasil tes yang menunjukkan tekanan di atas normal berarti bahwa terdapat risiko lebih tinggi untuk mengalami kerusakan saraf optik.
2. Pemeriksaan Saraf Optik
Selain tonometri, dokter mata juga dapat melakukan pemeriksaan saraf optik untuk mencari tanda-tanda kerusakan. Selama pemeriksaan ini, dokter akan menggunakan alat khusus untuk melihat langsung ke bagian belakang mata. Bentuk dan warna saraf optik yang abnormal dapat menjadi indikator awal glaukoma.
3. Tes Perimetri
Tes lain yang sering dilakukan adalah uji lapang pandang atau perimetri yang mengukur kemampuan mata melihat objek di area sekitar. Tujuannya adalah untuk mendeteksi kehilangan penglihatan tepi, yang merupakan salah satu gejala khas glaukoma.
4. Tes Pachymetry
Tes tambahan seperti pachymetry, yang mengukur ketebalan kornea juga dapat dilakukan. Ketebalan kornea dapat memengaruhi pengukuran tekanan mata, sehingga hal ini penting untuk mendapatkan hasil yang akurat. Jika seseorang berada dalam kelompok risiko tinggi, seperti memiliki riwayat keluarga dengan glaukoma atau kondisi medis tertentu seperti diabetes, melakukan pemeriksaan ini secara rutin sangat dianjurkan untuk mendeteksi glaukoma sedini mungkin.
Glaukoma adalah ancaman serius bagi penglihatan yang sering kali luput dari perhatian. Dengan memahami faktor risiko dan melakukan deteksi dini, maka risiko glaukoma dapat diatasi. Ingat, menjaga kesehatan mata adalah investasi untuk masa depan yang cerah.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.