Fimela.com, Jakarta Anxiety disorder adalah salah satu kondisi terkait kesehatan mental yang paling sering terjadi. Kecemasan yang dirasakan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. bahkan menurut penelitian, Sekitar 81% working moms melaporkan mengalami burnout saat mencoba “mengurus semuanya”: pekerjaan, rumah tangga, dan keluarga.
Mengapa working mom banyak mengalami anxiety disorder?
1. Tekanan Peran Ganda: Ibu dan Profesional
Ibu bekerja sering kali merasa harus sukses di dua dunia: rumah dan pekerjaan. Di satu sisi, mereka ingin menjadi ibu yang penuh perhatian dan terlibat dalam kehidupan anak. Di sisi lain, ada tuntutan profesional untuk berprestasi, menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, dan menjaga karier tetap berkembang. Tekanan untuk menjadi "sempurna" dalam kedua peran ini dapat memicu kecemasan.
2. Kurangnya Dukungan Sosial dan Sistemik
Di banyak tempat, sistem kerja masih belum sepenuhnya ramah keluarga. Jam kerja yang panjang, minimnya cuti melahirkan atau cuti anak sakit, serta kurangnya fasilitas penitipan anak menjadi kendala besar. Ditambah lagi, ekspektasi budaya yang masih menganggap urusan rumah adalah tanggung jawab utama ibu memperberat beban mental.
Ketika working mom tidak mendapatkan dukungan dari pasangan, lingkungan kerja, atau keluarga besar, rasa kewalahan bisa berubah menjadi kecemasan yang berkelanjutan.
3. Waktu untuk Diri Sendiri yang Terbatas
Kesehatan mental sangat bergantung pada adanya waktu untuk diri sendiri (me time). Sayangnya, banyak ibu bekerja tidak memiliki kesempatan untuk beristirahat, menenangkan pikiran, atau melakukan hobi yang disukai. Mereka sering kali merasa bersalah jika mengambil waktu untuk diri sendiri, karena merasa sudah terlalu “sedikit” waktu dengan anak.
4. Tekanan Media Sosial
Media sosial sering kali menampilkan gambaran ibu yang “sempurna”: rumah rapi, anak-anak bahagia, tubuh ideal pasca-melahirkan, dan karier cemerlang. Ini menciptakan standar yang tidak realistis. Banyak ibu bekerja merasa “kurang” dibandingkan dengan apa yang mereka lihat, tanpa menyadari bahwa yang ditampilkan sering hanya sebagian kecil dari realitas.
5. Ketakutan Akan Penilaian Orang Lain
Baik di lingkungan kerja maupun keluarga, ibu bekerja sering dihakimi: "Kenapa anak dititipkan terus?", "Kok sering lembur, anaknya gimana?", atau "Sudah kerja, rumah juga harus rapi dong." Stigma ini menciptakan tekanan internal yang besar dan memperburuk kecemasan.
Jenis Anxiety Disorder
1. Gangguan Cemas Menyeluruh (generalized anxiety disorder atau GAD)
Perasaan takut atau khawatir yang berlebih terhadap kondisi yang umum maupun aktivitas
sehari-hari yang menetap, setidaknya selama 6 bulan hingga menyebabkan tidak dapat
beraktivitas.
2. Agorafobia (agoraphobia)
Agorafobia merujuk pada perasaan takut, dan sering kali menghindar, terhadap situasi atau
tempat yang memicu serangan panik seperti keramaian dan tempat di mana seseorang merasa
sulit untuk melarikan diri.
3. Gangguan panik
Gangguan yang terdiri dari beberapa serangan rasa panik atau ketakutan yang sangat hebat dan
mendadak, tanpa alasan yang jelas. Rasa takut yang hebat akan kematian, disertai gejala fisik
antara lain jantung berdebar, napas cepat, dan keringat dingin.
4. Fobia spesifik (specific phobias)
Jenis gangguan kecemasan ini memiliki pemicu yang spesifik dan tidak rasional, dapat berupa
hewan, benda, maupun situasi tertentu, misalnya warna kuning, darah, ketinggian, maupun
ruang tertutup.
5. Gangguan kecemasan sosial atau fobia sosial (social anxiety disorder)
Ketakutan berlebih terhadap lingkungan sosial atau untuk bersosialisasi karena menganggap
dirinya tengah diawasi dan dinilai oleh orang lain, serta perasaan malu maupun takut saat
berada di tengah keramaian.
Gejala Anxiety Disorder:
- Tubuh gemetar
- Berkeringat dingin
- Jantung berdebar kencang (terkadang disertai nyeri dada yang sering disalah artikan sebagai
serangan jantung)
- Merasa mual atau sakit perut
- Napas menjadi lebih cepat, terengah-engah, atau sesak napas
- Tubuh terasa lemas
- Merasa gugup, gelisah atau tidak bisa tenang, dan tegang, serta lebih mudah marah, dll.
Faktor Risiko Anxiety Disorder
Beberapa faktor yang dapat membuat seseorang lebih berisiko mengalami anxiety disorder, yaitu:
- Pengalaman negatif yang menyebabkan stres atau trauma psikologis. Dalam kondisi Indonesia
saat ini, menyaksikan demonstrasi yang menyebabkan adanya korban juga dapat menjadi
pengalaman traumatis yang memicu kecemasan
- Memiliki kepribadian yang cenderung pemalu atau sering dilarang maupun dibatasi ketika
merespon suatu kondisi
- Mengalami gangguan kepribadian
- Efek samping obat atau zat tertentu, termasuk kafein dan narkoba
- Penyakit tertentu, seperti gangguan irama jantung dan penyakit tiroid
Jika gejala dialami selama minimal 6 bulan, bisa jadi memenuhi kriteria anxiety disorder. Orang yang mengalami gangguan kecemasan sering menghindari situasi yang dapat memicu rasa cemasnya sebagai bentuk pertahanan diri. Akibatnya, penderita anxiety disorder tidak dapat menunjukkan potensinya dengan maksimal, atau tidak dapat beraktivitas maupun menjalin hubungan sosial dengan sesamanya.
Penanganan Anxiety Disorder
Sebelum memberikan penanganan, dokter spesialis kedokteran jiwa akan terlebih dulu memastikan bahwa tidak ada masalah kesehatan (penyakit) yang memicu keluhan. Setelah dipastikan bahwa mengalami gangguan kecemasan, barulah dokter akan memberikan penanganan yang sesuai. Penanganan anxiety disorder yang dilakukan oleh dokter dapat berupa psikoterapi, obat-obatan, maupun kombinasi keduanya, yang disesuaikan dengan kondisi kesehatan. Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan salah satu bentuk psikoterapi yang sering dilakukan. Sedangkan untuk obat- obatan, dokter akan meresepkan golongan antiansietad, antidepresan, dan obat lain sesuai dengan keluhan yang dialami penderita anxiety disorder.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.