Batasan Sentuhan Fisik dalam Pemeriksaan USG oleh Dokter Kandungan, Wajib Diwaspadai Pasien

2 weeks ago 26
Web Buletin Hot Sore Tepat Non Stop

Fimela.com, Jakarta Kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang dokter kandungan di Garut menggemparkan publik dan memunculkan kekhawatiran baru terkait batasan fisik dalam pemeriksaan medis. Seorang dokter kandungan berinisial MSF (33 tahun) terekam melakukan tindakan tidak pantas saat pemeriksaan Ultrasonografi (USG). 

Dalam video yang viral di media sosial, terlihat sang dokter memeriksa hingga area payudara pasien, tindakan yang dinilai tak wajar dalam konteks pemeriksaan kandungan. Polisi pun segera bertindak, dan pelaku ditangkap oleh Kepolisian Resort Garut pada Selasa, 15 April 2025.

Kasus ini memicu perbincangan luas, terutama di kalangan tenaga medis dan masyarakat. Salah satu dokter spesialis obstetri dan ginekologi, dr. Dinda Derdameisya, Sp.OG., turut angkat bicara mengenai kejadian tersebut dan pentingnya pemahaman pasien atas prosedur pemeriksaan yang sesuai.

“Kalau ditanya perasaan, tentu sedih dan sangat menyayangkan kejadian itu melibatkan dokter. Itu bukan perbuatan yang baik, bahkan tercela. Tapi kok yang melakukan justru orang yang memiliki pendidikan tinggi, yang seharusnya diberi tanggung jawab besar dengan profesi itu,” ujar dr. Dinda saat dihubungi FIMELA melalui WhatsApp.

Standar Pemeriksaan Kehamilan yang Benar

Menurut dr. Dinda, pemeriksaan kehamilan memiliki tahapan yang jelas dan sudah diatur sesuai dengan standar Kementerian Kesehatan. Pemeriksaan idealnya dilakukan di bawah pengawasan, dengan pendampingan tenaga medis lain seperti perawat.

“Memang yang dianjurkan adalah pemeriksaan ditemani oleh perawat sebagai saksi dari dokter dan pasien. Sekarang memang hampir semua klinik punya alat USG, jadi hampir setiap kunjungan dilakukan USG. Cara melakukannya itu satu tangan memegang perut pasien, dan tangan lain mengoperasikan alat USG. Tidak perlu menyentuh bagian lain di luar area perut kecuali ada indikasi medis yang jelas,” jelasnya.

Prosedur Pemeriksaan Transvaginal

Salah satu prosedur yang cukup sensitif dalam pemeriksaan kehamilan adalah USG transvaginal. Prosedur ini seharusnya dilakukan dengan langkah-langkah yang menjaga kenyamanan dan keamanan pasien.

“Idealnya setelah berkonsultasi, pasien masuk ke ruang pemeriksaan yang ditutup tirai. Jika harus membuka celana untuk pemeriksaan transvaginal, harus ditemani oleh perawat perempuan. Pemeriksaan dilakukan setelah pasien siap, dan penunggu pasien seperti suami boleh melihat prosesnya,” ungkap dr. Dinda.

Tak kalah penting adalah informed consent, yaitu persetujuan pasien terhadap tindakan medis yang akan dilakukan. Hal ini menjadi hak pasien dan kewajiban dokter untuk menjelaskannya.

“Memang dengan volume pasien yang banyak, tidak selalu dilakukan secara tertulis oleh dokter. Tapi secara lisan tetap dijelaskan, dan tanda tangan biasanya dilakukan oleh perawat. Informed consent itu bagian penting agar pasien paham tindakan yang akan diterima,” ujarnya.

Hak Pasien Menolak Pemeriksaan

Jika pasien merasa tidak nyaman atau tidak memahami prosedur yang akan dilakukan, mereka memiliki hak penuh untuk menolak.

“Pasien boleh bilang tidak mau pemeriksaan transvaginal. Dokter juga harus menjelaskan risikonya jika tidak dilakukan. Tapi tidak boleh ada paksaan. Dokter juga tidak bisa memaksa pasien. Jadi, keduanya, dokter dan pasien, punya hak yang sama,” tegas dr. Dinda.

Jadi, batasan fisik dalam pemeriksaan medis wajib dipahami dan dijaga, baik oleh tenaga medis maupun pasien. Transparansi, pendampingan, serta komunikasi terbuka adalah kunci untuk menjaga kepercayaan dan mencegah terjadinya pelanggaran seperti kasus di Garut. Pasien juga diimbau untuk tidak ragu bertanya, meminta penjelasan, atau menolak jika merasa tidak nyaman. Hak atas tubuh tetap milik pasien sepenuhnya.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Read Entire Article
Health | Komunitas | Berita Hot |